Dana Ketahanan Energi Sebagai Subsidi Rakyat ke Pemerintah

Penuruanan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) telah dibelakukan oleh Pemerintah Jokowi pada hari Selasa, 4 Januari 2016 pukul 00.00 WIB, ada yang berbeda dari penurunan harga BBM kali ini yaitu adanya Dana Ketahanan Energi (DKE), pada pengumuman mentri ESDM Sudirman Said bulan Desember 2015 lalu sangat senter bahwa dari penerunan harga BBM yang ditetapka oleh pemerintah akan ada pengurangan penurunan harga yang akan dibebankan kepada masyarakat, dan DKE ini akhirnya menjadi bola liar karena sangat bertentangan dengan UU dan Peratuan yang ada tentang Energi Nasional.

Banyak yang mempermasalahkan DKE ini, dari ekonom, politikus, pengamat energi, LSM dan lainnya, karena pada perinsipnya Dana Ketahanan Energi ini sangat nyata mengambil dana secara langsung dari masyarakat ketika membeli bahan bakar minyak yang akan dipungut oleh SPBU. Pada perinsipnya keninginan pemerintah dari DKE ini untuk dapat mengumpulkan dana untuk pengembangan energi terbarukan agar Indonesia tidak tergantung dengan bahan bakar posil dan bisa mengurangi ketergantungan dengan bahan bakar posil pada tahun 2025 sebesar 25% dari kebutuhan energi nasional sebagai berkomitmen di COP21.

Direktur Utama PT. Pertamina Dwi Sucipto mengatakan, harga solar turun dari Rp 6.700 menjadi Rp 5.650. Harga Premium untuk non-Jamali (Jawa, Madura dan Bali) turun Rp 7.300 menjadi Rp 6.950, sedangkan harga premium untuk Jamali turun dari Rp 7.400 manjadi Rp 7.050.

Sebagai ilustrasi harga premium dari Rp 7.300 menjadi Rp 6.950 yang belaku sekarang berarti ada penurunan sebesar Rp 350, pada skema DKE harga BBM turun menjadi Rp 7.100 maka DKE sebesar Rp 200, nah Rp 200 ini dipungut oleh SPBU tempat pembelian BBM tersebut yang akan diambil oleh negara. Hal ini yang menjadi tanda tanya oleh masyarakat kepada pemerintah karena sifatnya sebagai subsidi dari rakyat ke pemerintah melalui bahan bakar minyak, kalau dulu pemerintah yang mensubsidi masyarakat melalui APBN sekarang malah sebaliknya.

Bahakan penurunan harga bahan bakar minyak kal ini sangat kecil dan hampir tidak ada pengaruhnya bagi perekonomian terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Meurut Faisal Basri mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, sebenarnya pemerintah dapat menurunkan harga BBM lebih murah lagi dari yang ada skarang, seperti contoh Malaysia sudah menurunkan harga BBMnya semenjak awal bulan November 2015 lalu karena merosotnya harga minyak dunia.

Dan yang lebih parah lagi, Indonesia memiliki sumber daya alam minyak dan gas yang berlimpah, terutama yang ditambang oleh Chevron dan ExxonMobile tetapi pertamina harus membeli minyak dengan Singapura padahal kedua perusahaan tersebut menambangnya di Indonesia, menurut AminSuriyadi Kepala Satuan kerja SKK Migas Chevron dan ExxonMobil yang ada di Indonesia hanya sebagai penambang, sedangkan untuk tradingnya atau pemasaranya ada di Singapura sehingga kedua perusahaan tersebut tidak bisa menjual secara langsung ke pertamina walaupun minyaknya berasal dari Indonesia harus melewati Singapura, Kata Amin walau pun Pertamina, Chevron dan ExxonMobile ada kesepakatan untuk melakukan transaksi langsung tanpa melewati Singapura tetapi sangat sulit bisa terealisasi dalam waktu dekat.

Jika Pertamia membeli di Singapura maka pertamina akan dikenakan PPN 3%, tetapi jika Pertamina membeli secara langsung ke Chepron dan ExxonMobil maka kedua perusahaan ini akan dikenakan PPN 3% trading di Singapura sehingga penghasilan mereka berkurang.

Related

politik 1122613047755671680

Posting Komentar

emo-but-icon

Total Pageviews

Statistik

item