HUBUNGAN A DENGAN ALAM, BINATANG DAN APA YANG ADA DISEKITARNYA ORANG DAYAK
https://itahinfo.blogspot.com/2009/06/hubungan-dengan-alam-binatang-dan-apa.html
Suku Dayak Ngaju mendiami wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit. Di wilayah Pemerintah Kota Palangka Raya dengan total jumlah penduduk 179.732 jiwa (Satatistik Tahun 2002) diasumsikan sekitar 120.000 jiwa ( 67%) adalah penduduk asli suku Dayak Ngaju yang terbesar diseluruh wilayah seluas 240.000 hektar yang sebagian besarnya masih berupa hutan. Demikian pula seluruh wilayah provinsi kalimantan tengah dengan luas 15.380.000 hektar hanya dialami ole penduduk kurang dari 2 (dua) juta.
Oleh karena itu dapat dipahami apabila pandangan hidup suku Dayak mempunyai keterkaiatan yang kuat dengan mahluk binatang, tumbuh-tumbuhan serta lingkungan alam sekitar.
Dalam kehidupan sehari-hari, leluhur Dayak Ngaju mewariskan Adat Istiadat tentang bagaimana manusia memandang dan memperlakukan binatang, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan.
1. Hubungan Manusia dengan Binatang
Sama halnya dengan masyarakat lain, masyarakat ku Dayak Ngaju juga memandang bahwa binatang adalah mahluk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu Adat Istiadat Suku Dayak Ngaju mengajarkan tentang bagaimana manusia memperlakukan binatang.
Bagaimana pandangan masyarakat Daya Ngaju tentang hubungan antar manusia dan binatang sebagai berikut :
Dalam masyarakat Suku Dayak Ngaju beberapa jenis binatang memperoleh tempat istimewa antara lain:
a. Burung Tingang merupakan lambang kemasyuran dan keagungan.
b. Burung Antang (Elang) merupakan lambang keberanian, kecerdikan serta kemampuan memberikan petunjuk peruntungan baik buruk.
Dalam acara ritual “menenung” atau acara “menajah antang” untuk mengetahui “Dahiang-Baya”, maka burung Antang digunakan sebagai mediator.
c. Burung Bakaka diyakini memberikan petunjuk bagi pencari ikan apakah memperoleh banyak ikan atau tidak. Demikian juga burung perintis.
d. Burung Kalajajau/ Kajajau (Murai) dianggap sebagai burung milik dewa. Memperlakukan burung Kalajajau/ Kajajau (Murai) dengan semena-mena dapat membawa malapetaka.
e. Burung Tabalului, Kangkamiak dan kulang-kulit sebagai kelompok burung hantu diyakini sebagai burung iblis.
f. Burung Bubut mampu memberikan informasi bahwa tidak alam lagi permukaan air sungai akan meluap atau terjadi banjir.
g. Tambun (ular besar / ular naga) melambangkan kearifan, kebijakan sarana, dan kekuatan.
h. Buaya sering dianggap sebagai penjelma mahluk alam bawah (jata).
i. Angui (Bunglon) diyakini sebagai perwujudan saudara Ranying Hatala Langit yang bungsu (nomor 7)
Meskipun binatang adalah mahluk ciptaan Tuhan dengan derajad yang lebih rendah dari pada manusia, namun manusia harus tetap menjaga keseimbangan populasinya agar supaya keseimbangan alam tetap terpelihara.
Dalam kehidupan Masyarakat Dayak, adat melarang siapapun menganiaya binatang. Sebaliknya adat juga melarang manusia mempunyai hubungan yang lebih dengan binatang atau disetubuhi oleh binatang. Apabila hal itu terjadi maka orang tersebut merupakan manusia terkutuk.
2. Hubungan antara Manusia dengan Tumbuh-Tumbuhan dan Lingkungan Alam sekitarnya.
Adat Istiadat Dayak Ngaju sangat memperhatikan terpeliharanya kelestarian alam. Hal itu sangat mewarnai bagai mana mereka memperlakukan lingkungan alam sekitarnya. Falasafah hidup masyarakat Dayak mempunyai pandangan bahwa manusia sebagai mikro-kosmos merupakan bagian dari mikro-kosmos, sehingga dalam hidupnya manusia menyatu dengan alam. Oleh karena itu manusia dilarang merusak alam karena perubahan demikian sebenarnya manusia merusak diri dan kehidupan itu sendiri.
Pandangan tersebut di atas merupakan landasan bagi berbagai kearifan tradisional masyarakat Dayak Ngaju dalam mengelola lingkungan alam sekitarnya.
Beberapa contoh kearifan tradisional tersebut adalah seperti tersebut di bawah ini :
2.1 Dalam bertani/ berladang orang Dayak Ngaju telah mengatur penggarapan lahan dalam satu siklus. Misalnya suatu keluarga petani telah memiliki 3 (tiga) lahan pertanian masing-masing dengan luas 1 hektar. Oleh karena petani ladang tersebut hanya panen 1 kali dalam satu tahun, maka menggarap ketiga lahan tersebut secara bergiliran. Pada satu lahan mereka garap berturut-turut 2 (dua) tahun. Dengan demikian memerlukan waktu 6 (bulan) tahun dan baru pada tahun ke 7 mereka kembali menggarap lahan yang digarap pertama kali.
Dengan demikian, tudingan bahwa perladangan berpindah menjadi penyebab kerusakan hutan merupakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kearifan tradisional Dayak Ngaju.
2.2 Sejak dahulu kala, nenek moyang masyarakat Dayak Ngaju setiap desa memelihara suatu kawasan terbatas hutan suaka alam yang disebut “Pahewan” dinyatakan sebagai salah satu bentuk kearifan tradisional?
Pahewan merupakan suatu kawasan hutan di wilayah desa yang sekaligus juga merupakan suaka alam. Satu desa dapat mempunyai lebih dari satu kawasan Pahawen. Luas Pahawen tidak tertentu, mungkin sekitar 100-200 hektar.
Para tokoh adat memberikan peringatan (Warning) kepada setiap warga masyarakat agar tidak menganggu hutan, tumbuh-tumbuhan atau binatang apapun yang terdapat di kawasan Pahewan dengan kata “pali” atau tabu. Dikatakan pula bawa di dalam kawasan Pahawen tersebut ada roh penunggunya yang tujuannya untuk menakut-nakuti warga masyarakat agar tidak merusak kawasan tersebut.
Namun apabila dicermati adanya Pahawen adalah untuk maksud suaka alam.
Apabila di desa luar kawasan Pahewan masyarakat membuka pertanian (perladangan) dilakukan aktivitas tebas-tebang, pembakaran maka binatang apapun di kawasan tersebut misalnya berbagai jenis burung, kupu-kupu, rusa, babi hutan, kancil bahkan ular sekalipun semuanya mengungsi dan ber lindung di kawasan Pahawen. Setelah merasa aman barulah binatang-binatang tersebut keluar dari kawasan suaka alam yang disebut Pahawen tersebut.
Maka jelaslah bahwa hal itu merupakan suatu kearifan-kearifan Tradisional Adat lainnya adalah kearifan tradisional adat yang diwariskan oleh leluhur suku Dayak Ngaju.
2.3 Kearifan Tradisional Adat lainnya adalah : apa yang disebut Hak Ulayat dan Hutan Adat.
Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya yang merupakan hak untuk memanfaatkan tanah, hutan dan air serta isinya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
2.4 Kemudian untuk menunjukkan bagaimana beratnya hubungan manusia dengan tumbuh-tumbuhan dan alam sekitarnya dapat diberikan contoh seperti berikut :
a. Pada umumnya orang Dayak mengetahui bahwa tidak lama lagi permukaan air sungai akan naik sampai suatu batas tertentu berdasarkan petunjuk tumbuhan satu jenis cedawan kecil pada kayu lapuk atau dari munculnya akar baru pada pohon/ dahan suatu jenis kayu yang tumbuh tepi sungai.
b. Dalam menebang pohon kayu untuk bahan bangunan, orang Dayak memahami kapan waktu terbaik pohon kayu ditebang sehingga nanti bahan bangunan dari kayu tersebut tidak mudah dimakan atau tidak disukai oleh rayap.
c. Orang-orang tua masyarakat Dayak dapat meramalkan bahwa dalam tahun tersebut akan terjadi kemarau panjang atau tidak melalui ramalan berdasarkan berdasarkan kedudukan binatang.
3. Sekilas tentang Pali
Kata “pali”berarti tabu. Dalam masyarakat suku Dayak Ngaju penyampaian kata “pali” atau tabu mempunyai arti maksud ganda.
Pali yang dimaksud benar-benar Tabu
Pali yang benar-benar Tabu terkait dengan sesuatu yang bersifat sakral atau berdampak buruk bagi orang yang melanggarnya
Misalnya :
a. Pali dilarang membakar ikan “saluang” terutama di daerah hutan atau yang dianggap tempat angker.
b. Pali memakan sejenis ikan /binatang tertentu ole karena akan berakibat.
. Pali yang sifatnya untuk memberi pengajaran.
Misalnya :
a. Bagi seorang gadis, pali memilih antah di pintu depan rumah. Maksudnya bahwa tidak baik apabila pekerjaan tersebut dilakukan demikian oleh karena pekerjaan itu semestinya dikerjakan di teras belakang.
b. Pali menyapu sampah rumah pada saat hari menjelang malam dan malam hari.
Maksudnya bahwa sebenarnya pekerjaan tersebut harus sudah dikerjakan sebelum hari menjelasng malam. Apabila menyapu pada malam hari barangkali ada barang berharga yang terjatuh ikut tersapu.
c. Pali membunuh binatang yang sedang mengandung, atau ikan yang sedang bertelur atau ikan yang masih kecil.
Maksudnya adalah mengajarkan bahwa kotinuitas populasi bintang/ ikan harus tetap terjaga.
Tulsan yang sangat inspiratif, nice blog :-)
BalasHapus